SINDE – Penanganan narkotika yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) pun terus berevolusi. Selain pemberantasan jaringan narkotika, BNN juga fokus penanganan rehabilitasi bagi pemakai yang tertangkap tangan dan berurusan dengan hukum di pengadilan.
Karena itu, BNN Kota Depok yang diwakili oleh Kepala Seksi (Kasi) Brantas, Kasi Rehabilitasi dan Kasi pencegahan pemberdayaan masyarakat (P2M) melakukan koordinasi ke kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok, pada Rabu (12/2/2020). Kedatangan BNN beserta jajaran diterima langsung oleh Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Kota Depok, Arief Syafriyanto.
“Kedatangan kami untuk melakukan koordinasi TAT dan mengajak pihak Kejaksaan Depok untuk melakukan Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dengan program ikut menjadi Relawan atau penggiat anti narkoba. Endingnya untuk Kelurahan Bersinar (Bersih Narkoba ) Kota Depok yang ingin dicanangkan tahun 2020 ini,” kata Kepala Seksi (Kasi) Brantas BNN Kota Depok Kompol Toto Susilo kepada SINDE, Sabtu (15/2).
Ia juga menjelaskan, Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang terdiri dari unsur dokter (kedokteran medis dan psikologis) dan tim hukum (kepolisian, kejaksaan, BNN, nasib pemakai narkotika bisa dibedakan dengan para pengedar dan pecandu.
“TAT menjadi ujung tombak dalam menentukan apakah penyalahgunaan narkotika termasuk dalam kualifikasi pecandu atau korban penyalahgunaan. Ini akan sangat berpengaruh dalam pencegahan penyalahgunaan narkotika,” jelasnya.
TAT berposisi sebagai asesor yang memiliki tugas memberikan rekomendasi bagi hakim mengenai tingkat ketergantungan narkotika dan keterlibatan tersangka pada tindak pidana narkotika. Sehingga, melalui rekomendasi TAT, penindakan terhadap penyalahgunaan narkotika bisa diklasifikasikan dan disesuaikan. Namun, akhir dari keputusan hukum tetap berada di tangan hakim yang mengadili kasus tersebut.
“Karena fokus BNN adalah bagaimana korban narkotika bisa direhabilitasi. Berbeda misalnya dengan pecandu atau pengedar dalam penindakan hukumnya,” katanya.
Tidak semua kasus penyalahgunaan narkotika bisa melalui TAT. Ada beberapa kualifikasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika yang terjerat hukum dan disidangkan dengan indikator barang bukti. Yaitu untuk kasus sabu-sabu di bawah 1 gram, ekstasi 5 butir dan ganja 5 gram.
Adanya indikator tersebut sebagai upaya dalam melindungi masa depan korban penyalahgunaan narkotika. Sehingga sanksi hukumnya tidak sama dengan pecandu, apalagi pengedar.
“Rehabilitasi menjadi cara bagi para korban tersebut. Lewat TAT inilah nasib mereka bisa diselamatkan. Karena, tidak semua penyalahgunaan narkotika, terutama korban, harus dihukum sesuai regulasi, yaitu hukuman kurungan. Jadi, nantinya pengguna murni bisa hukumnya direhabilitasi,” pungkas Toto.
(dik/po/SINDE)